Konsep Rekam Medis dan Informed Concent



I. Definisi rekam medis

Rekam medis menurut Peraturan Menteri Kesehatan republik indonesia nomor 269/MENKES/PER/III/2008 adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Sedangkan menurut departemen Kesehatan republik Indonesia, rekam medis adalah keterangan baik yang tertulis/terekam tentang identitas pasien, anamnesa, penentuan fisik, laboratorium, diagnosa segala pelayanan dan tindakan yang diberikan kepada pasien dan pengobatan baik di rawat jalan, rawat inap, dan gawat darurat. 

Pengertian rekam medis menurut IFHRO (International Federation Health Record Organization) adalah a health record contains all information about a patients, his illness and treatment and the end entries in it are recorded in the order in which event of care occours (rekam medis berisi semua informasi mengenai pasien, penyakit, pengobatan, dan rekaman yang didalamnya sesuai dengan urutan pelayanan/perawatan. Rekam medis merupakan bukti tertulis tentang proses pelayanan yang diberikan oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya kepada pasien, hal ini merupakan cerminan kerja sama lebih baik dari satu orang tenaga kesehatan. Rekam medis juga dapat diartikan “keterangan baik yang tertulis maupun yang terekam tentang identitas, anamnesa, penentuan fisik laboratorium, diagnosa segala pelayanan, dan tindakan medis yang diberikan kepada pasien, dan pengobatan baik yang di rawat inap, rawat jalan maupun pelayanan unit gawat darurat”.

Tujuan dari rekam medis adalah menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa didukung suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar, mustahil tertib administrasi rumah sakit akan berhasil sebagaimana yang diharapkan. Tertib administrasi merupakan salah satu faktor dalam menentukan upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tujuan rekam medis secara rinci akan terlihat dan analog dengan kegunaan rekam medis itu sendiri.

II. Kegunaan Rekam Medis

Proses pelayanan diawali dengan identifikasi pasien baik jati diri maupun perjalanan penyakit, pemeriksaan, pengobatan dan tindakan medis lainnya. Rekam medis merupakan catatan (rekaman) yang harus dijada kebersihannya dan terbatas tenaga kesehatan dan pasien-pasien serta memberikan kepastian biaya yang harus dikeluarkan. Jadi falsafah rekam medis mencantumkan nilai-nilai aspek yang dikenal dengan sebutan ALFRED (administrative, Legal, Research, Education, Dokumentation, and Service), yaitu sebagai berikut: 

1. Administrative (Aspek Administrasi)
Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dang tanggung jawab sebagai tenaga medis dan paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan. 

2. Legal (Aspek Hukum)
Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai hukum, karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan, dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan. 

3. Financial (Asppek Keuangan) 
Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai uang, karena isinya menyangkut data/informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek keuangan. 

4. Research (Aspek Penelitian)
Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya menyangkut data/informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan. 

5. Education (Aspek Pendidikan)
Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut data/informasi tentang perkembangan kronoligis dan kegiatan pelayanan medik yang diberikan kepada pasien

III. Informed Concent

informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dan aspek hukum bukanlah suatu perjanjian antara dua pihak melainkan ke arah persetujuan sepihak atas tindakan yang ditawarkan pihak lain. Dengan demikian cukup ditandatangani oleh pasien atau walinya, sedangkan pihak rumah sakit, termasuk dokternya, hanya menjadi saksi.

Sebenarnya, consent (persetujuan) dapat diberikan dalam bentuk:
a. Dinyatakan (expressed): (a) secara lisan, dan (b) secara tertulis.
b. Tidak dinyatakan (implied). Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya misalnya menggulung lengan baju ketika akan diambil darahnya.

Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasif atau yang berisiko mempengaruhi kesehatan pasien secara bermakna. Undang Undang Praktik Kedokteran dan Peraturan mentri kesehatan tentang Persetujuan Tindakan Medis menyatakan bahwa semua jenis tindakán operatif dan yang berisiko tinggi harus memperoleh persetujuan tertulis.

Informed consent memiliki lingkup terbatas pada hal hal yang telah dinyatakan sebelumnya, dan tidak dapat dianggap sebagai persetujuan atas sémua tindakan yang akan dilakukan. Dokter dapat bertindak melebihi yang telah disepakati hánya apabila terjadi keadaan gawat darurat dan keadaan tersebut membutuhkan waktu yang singkat untuk mengatasinya.

Proxy consent adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si pasien itu sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien apabila ia mampu memberikannya (baik buat pasien, bukan baik buat orang banyak). Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy consent adalah suami / istri, anak yang sudah dewasa (umur 21 tahun atau pernah menikah), orangtua, saudara kandung, dan lain-lain.

Hak menolak terapi lebih sukar diterima oleh profesi kedokteran daripada hak menyetujui terapi. Banyak ahli yang mengatakan bahwa hak menolak terapi bersifat tidak absolut, artinya masih dapat ditolak atau tidak diterima oleh dokter. Hal ini oleh karena dokter akan mengalami konflik moral dengan kewajiban menghormati kehidupan, kewajiban untuk mencegah perbuatan yang bersifat bunuh diri atau self inflicted, kewajiban melindungi pihak ketiga, dan integritas etis profesi dokter. Namun perkembangan nilai demikian cepat terjadi sehingga saat ini telah banyak dikenal permintaan pasien untuk tidak diresusitasi, terapi minimal, dan menghadapi kematian yang alami tanpa menerima terapi / tindakan yang extraordinary.

Dalam praktik sehari hari, informed consent tidak hanya diperlukan pada tindakan operatif, melainkan juga pada prosedur diagnostik atau tindakan pengobatan yang invasif lainnya, misalnya pada waktu arteriografi, pemeriksaan laboratorium tertentu, kateterisasi, pemasangan alat bantu napas, induksi partus, ekstraksi vakum, dan lain-lain.


Share this article :
 

Post a Comment

 
Support By: Berry Hardisakha Copyright © 2011. Nova Riza - All Rights Reserved
Template Created by Berryhs.com Proudly powered by Blogger